Sunday, November 3, 2013

Samudera Pasai, Bukan Kesultanan Tertua

Oleh: Jonathan Alfrendi*
Ketika saya belajar sejarah di bangku sekolah dikatakan bahwa Samudera Pasai adalah kesultanan tertua di Nusantara. Uniknya lagi di semua buku-buku pelajaran sejarah mengamini pernyataan itu. Tak heran hal itu telah menjadi doktrin intelektual bagi manusia Indonesia hingga detik ini. Namun saya katakan itu adalah bohong, mitos belaka. Sekali lagi itu mitos. Siapa bilang kesultanan Samudera Pasai sebagai kesultanan tertua di Indonesia. Itu hanya romantisme sejarah. Kalau begitu siapakah kesultanan yang tertua?
Bila kita pakai tahun 1267 M sebagai lahirnya Samudera Pasai, ketika Marah Silu dilantik menjadi sultan pertama. Jauh sebelum tahun tersebut di kota Perlak, yang berdekatan dengan Pasai, agama Islam sudah menjelma menjadi entitas politik berupa kesultanan. Kesultanan Perlak sering digadang-gadang sebagai kesultanan Islam pertama di Nusantara, dengan menganut mazhab Syiah.
Sebenarnya sebelum agama Islam datang, kota Perlak ini sudah menjalin hubungan mesra dengan para saudagar dari Arab, Tiongkok, India, dan sebagainya. Yang memicu mereka datang ke Perlak yaitu karna di Perlak terdapat kayu yang dikenal sebagai bahan baku yang sangat diburu untuk pembuatan kapal dan perabot. Kayu itu disebut kayu perlak.
Pemicu lainnya, di Perlak sejak abad ke-9 sudah dikenalkan dengan penanaman lada. Ternyata tanaman lada ini mendatangkan banyak keuntungan bagi kerajaan Perlak. Saat itu Perlak diperintah oleh Marah (raja) Perlak. Hasil lada tersebut diekspor melalui Bandar Perlak. Maka, Perlak dijadikan Bandar utama di pantai timur Sumatera bagian barat untuk ekspor lada (Slamet, 2005:132).
Karena kedua komoditi itu (kayu dan lada) mendapatkan keuntungan yang melimpah membuat para pedagang-pedagang asal Timur Tengah seperti Gujarat, Arab, Persi dan Mesir yang beraliran Syiah kerap datang ke pelabuhan Perlak dan kemudian menetap di Perlak. Misi kedatangan mereka awalnya hanya ingin menguasai seluruh hasil lada yang ada di sultan Perlak.
Awalnya aktivitas mereka itu adalah berdagang. Selain itu, mereka ada juga yang ahli dalam bidang pertanian sampai ada yang ahli bertaktik perang. Tidak itu saja, mereka juga giat berdakwah dan menikah dengan penduduk lokal. Salah seorang dari pendakwah itu bernama Sayid Ali Al-Muktabar (cucu khalifah Ali bin Abi Thalib), menikah dengan Putri Makhdum Tansuri (putri kerajaan Perlak). Dari perkawinan mereka lahirlah Alaiddin Sayid Maulana Aziz Syah, yang kelak menjadi sultan.
Makin lama para pendatang asal Timur Tengah semakin ramai datang ke Perlak sehingga agama Islam semakin menggeliat. Terbukti banyak orang Perlak yang masuk Islam (mualaf), termasuk Meurah (Maharaja) Perlak dan keluarganya. Maka di tahun 840 diproklamasikan Kerajaan Perlak yang beribukota Bandar Khalifah –Rajanya Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (Majalah Historia No. 6 Thn 2012: 58). Ia adalah sultan pertama. Slamet Muljana (2005) berkomentar bahwa Kesultanan Perlak bertahan sampai satu abad lebih dan mengenal beberapa sultan.
Yang harus diketahui bahwa sultan pertama Perlak ini adalah seorang arab peranakan. Ketika ia memimpin, ia mendapat sokongan dari para saudagar  asal Timur Tengah, seperti Arab, Mesir, Persi, Gujarat. Dikisahkan ia berhasil merebut kekuasaan dari Marah (raja) Perlak plus berkuasa atas hasil lada di Perlak.
Berarti kerajaan Islam yang pertama berdiri di Indonesia yaitu Perlak, boleh dinamakan Daulah Syi’iyah (Kerajaan Syi’ah) (Sumber: Majalah Historia No. 6 Thn 2012: 58-59). Aliran Syiah berkuasa disini. Berdirinya kesultanan ini karna ada campur tangan dari warga asal Timur Tengah.
Sementara itu beberapa tahun kemudian, di tahun 1128 telah berdiri kesultanan Pasai yang dipimpin oleh Laksamana Laut Nazimuddin Al-Kamil, yang didukung oleh dinasti Fathimiah di Mesir serta menjadi kerajaan bawahan dari Mesir. Kesultanan Pasai terletak di muara sungai Pasai, tepatnya di pantai timur Sumatera bagian utara, berdekatan dengan Kesultanan Perlak.
Adapun tujuan Kesultanan Pasai ini didirikan yaitu dinasti Fathimiah sangat ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di pantai timur Sumatera. Untuk itu dinasti Fathimiah ini membuka kota pelabuhan Pasai.
Perlahan tapi pasti dinasti Fathimiah menjadi kaya raya berkat penguasaan di Pasai ini. Kenikmatan yang dirasakan oleh dinasti ini hanya bertahan sampai tahun 1268, sebab dinasti ini rontok oleh golonganSyafi’i di Mesir. Maka berefek domino, terputuslah hubungan Kesultanan Pasai dengan Mesir namun Pasai masih tetap eksis bertahan bahkan semakin lama semakin perkasa, serta menjadi kesultanan maritim yang paling gemilang di Nusantara semasa itu.
Perubahan politik yang terjadi di Mesir ikut mempengaruhi aktivitas yang terjadi di Nusantara terutama di pantai timur Sumatera. Pengganti dinasti Fathimiah adalah dinasti Mamuluk yang beraliran Syafi’i. Berkuasanya dinasti baru ini di Mesir ternyata punya misi untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di pantai timur Sumatera, persis dengan halnya dinasti Fathimiah. Maka di tahun 1284 diutuslah Syekh Ismail beserta kawannya yaitu Fakir Muhammad ke pantai timur Sumatera dengan misi mengkudeta Kesultanan Pasai sekaligus memusnahkan pengaruh Syiah.
Tiba di Pasai, Syekh Ismail bertemu dengan Marah Silu. Rupanya Marah Silu adalah pribumi tulen dan seorang muslim sejak lahir bukan diislamkan. Ia beraliran Syiah dan keturunan Sultan Perlak. Dia orang yang sudah beradab di zamannya. Tak lama, Syekh Ismail berhasil membujuk Marah Silu untuk pindah memeluk mazhab Syafi’i. Marah Silu pun setuju. Kepindahannya ini menjadikan ia sebagai manusia pertama di Nusantara yang bermazhab Syafi’i. Setelah itu, Marah Silu dilantik menjadi Sultan Samudera oleh Syek Ismail dengan gelar Malikul Saleh sejak tahun 1267.
Berdirinya Kesultanan Samudera ini adalah sebagai bentuk tandingan terhadap Kesultanan Perlak dan Pasai yang sudah ada sedari awal. Letaknya pun di muara sungai Pasai, di pantai timur Sumatera, menghadap Selat Malaka. Kesultanan Samudera inilah yang menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Samudera Pasai.
Di tahun 1285 terjadi gejolak perebutan kekuasaan di Keslutanan Pasai. Hal ini dimanfaatkan betul oleh Syekh Ismail dan Marah Silu untuk memborbardir Kesultanan Pasai. Mereka pun berhasil mengkudeta. Di tahun yang sama kekuasaan Kesultanan Pasai yang beraliran Syiah itu tamat dan diteruskan oleh kesultanan baru pimpinan Marah Silu yang beraliran Syafi’i bernama Kesultanan Samudera Pasai. Di kepemimpinannya, Samudera Pasai menjadi penguasa bandar utama di pantai timur Sumatera bagian utara mengalahkan bandar Perlak. Dengan begitu Kesultanan Perlak terus mengalami kemunduran.
Kemunduran Kesultanan Perlak terlihat jelas pada akhir abad ke-13, yang ditandai dengan tidak lagi memegang peranan di region pantai timur Sumatera. Apalagi dengan adanya perebutan kekuasaan yang terjadi di dalam istana menjadikan Kesultanan Perlak ini semakin redup. Ditambah munculnya Kesultanan Samudera Pasai semakin memudarkan Kesultanan Perlak.
Akhirnya setelah Sultan terakhir Perlak yaitu Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah wafat pada 1292, Kesultanan Perlak menjadi bagian dari Kesultanan Samudera Pasai dibawah pimpinan Sultan Malikul Zahir, anak Malikul Saleh (Sumber: Majalah Historia No. 6 Thn 2012: 59).
Perkembangan selanjutnya, Kesultanan Samudera Pasai terus mengalami kemajuan pesat, baik di bidang agama, politik dan ekonomi. Samudera Pasai punya peranan penting dalam islamisasi di Asia Tenggara. Dibuktikan dengan pernikahan yang dilakukan oleh Raja Parameswara yang menikahi putri sultan Samudera Pasai yaitu Zainul Abidin Bahian Syah. Parameswara adalah pendiri Kesultanan Malaka di tahun 1404. Efek dari perkawinan itu Parameswara memeluk islam beraliran Syafi’i. Malaka menjadi kerajaan yang bercorak islam didasari oleh pengaruh Samudera Pasai.
Samudera Pasai juga telah menjadi kesultanan yang berperadaban lebih maju. Dibuktikan dengan adanya mata uang yang terbuat dari emas dan perak. Yang disebut dirham. Dirham ini dipakai dalam aktivitas perekonomian. Tidak itu saja, potensi sumber daya alam yang melimpah membuat kesultanan ini menjadi kota dagang dan kota pelabuhan.
Dengan demikian islamisasi di Nusantara berawal di Serambi Mekah sejak abad ke 7, yang dimulai dari Perlak. Dan jika ditanya siapakah kesultanan yang tertua, jawabannya Perlaklah yang lahir terlebih dahulu.
Sedangkan untuk Samudera Pasai fakta sudah bulat bahwasannya Kesultanan Samudera Pasai bukanlah kesultanan tertua.
*Penulis adalah pemilik akun @masjojoo

No comments:

Post a Comment