Sunday, September 8, 2013

Demak, Arsitek Islamisasi

Oleh: Jonathan Alfrendi*
Ilustrasi: Kesultanan Demak
Benih islamisasi mulai terlihat ketika raja Majapahit, Kertabhumi V menikah dengan Amarawati (muslimah). Pernikahan beda agama tersebut melahirkan seorang pria bernama Raden Fatah di tahun 1455. Raden Fatah kecil dibesarkan dalam lingkungan muslim. Gurunya adalah Sunan Ampel dan Sunan Kudus. Karna selalu berhadapan dengan ajaran Islam maka otomatis membentuk sikap fanatismenya terhadap Islam. Raden Fatah inilah yang nantinya akan membuat pondasi islamisasi di Indonesia.
Beranjak dewasa Raden Fatah punya cita-cita untuk merobohkan hegemoni Majapahit. Tapi ia tidak mau dengan pertumpahan darah. Ia menanti situasi dan kondisi yang pas untuk menerkam Majapahit. Saat itu Demak merupakan sebuah kadipaten di bawah kontrol Majapahit. Yang memimpin Demak Raden Fatah. Majapahit sendiri setelah ditinggal mati oleh Gajah Mada dan Hayam Wuruk telah linglung.
Waktu yang dinantikan Raden Fatah pun akhirnya tiba juga. Di tahun 1478 ketika Sunan Ampel wafat, diam-diam Raden Fatah memimpin tentara Demak untuk menyerang keraton Majapahit secara mendadak. Majapahit kaget-sekagetnya. Raja Kertabhumi sebagai raja Majapahit ketika itu dibawa beserta pusaka-pusaka Kerajaan Majapahit ke Demak, dengan tujuan bahwa Majapahit itu masih tetap ada. Akhirnya Majapahit menyerah tanpa perlawanan tanpa pertumpahan darah.
Majapahit yang telah berumur 184 tahun, yang dianggap sebagai kerajaan superior di Nusantara berhasil dijinakkan oleh seorang pemuda bernama Raden Fatah. Kecerdikan yang ia miliki membuat dirinya mampu meyakinkan rakyat Jawa bahwa Demak adalah pelanjut dari Majapahit. Setelah episode Kerajaan Majapahit berakhir, Demak yang tadinya hanya sebuah kadipaten berubah menjadi kesultanan.
Raden Fatah mulai memimpin Demak di tahun 1481 M. Letak Kesultanan Demak di daerah Bintoro, Jawa Tengah. Demak didirikan dengan konsep menyatukan Nusantara. Adapun misi utamanya yaitu islamisasi di Jawa dan sekitarnya. Hal itu dilandasi oleh zeit geist (jiwa jaman) yang berkembang kala itu. Di dunia barat telah tumbuh semangat 3 G (gold, glory, gospel) sedangkan di timur dengan islamisasinya.
Secara perlahan Demak berevolusi menjadi kesultanan maritim yang perkasa dengan menguasai bandar-bandar laut seperti di Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik. Untuk memperkuat pertahanan, Demak membuat angkatan perang yang militan untuk menjaga pertahanan keraton dan Nusantara sekaligus menjadi modal untuk melancarkan misi islamisasi.
Berdirinya Demak tidak bisa lepas dari kontribusi para Walisanga. Rontoknya Majapahit tanpa pertumpahan darah adalah ide dari Sunan Ampel dan Sunan Kudus. Dalam hal islamisasi para Wali Sembilan ini membentuk daerah kewalian, setiap ulama diberi tugas ke wilayah-wilayah untuk islamisasi, antara lain:
             Sunan Ampel di daerah Ampel Surabaya, Maulana Malik Ibrahim di daerah Jawa Timur, Sunan Bonang di Bonang (Tuban), Sunan Dradjat di Gresik/Sedaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Kudus di daerah Kudus, Sunan Kalijaga di daerah Demak, Sunan Muria di daerah Gunung Muria dan Sunan Gunung Jati di Jawa Barat (Cirebon).
Dengan bantuan Walisanga, Kesultanan Demak menjelma menjadi episentrum islamisasi di tanah Jawa sekaligus ke wilayah timur Indonesia. Semua berkiblat ke arah Demak.
Yang tidak boleh dikesampingkan ialah peran Tionghoa Muslim dalam islamisasi. Bagi Raden Fatah para Tionghoa Muslim ini dibutuhkan untuk membangun Kesultanan Demak. Apalagi ketika Raden Fatah memerintahkan armada laut Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Siang malam para tukang-tukang yang beretnis Tionghoa ini bekerja keras untuk membuat kapal. 
Alasan mengapa Raden Fatah menginstruksikan agar menyerang Portugis karna kehadiran Portugis sangat mengancam Demak. Sejak 1511 Portugis sudah berkuasa di Malaka. Kehadiran mereka ini sesungguhnya didasari oleh semangat 3 G, yakni: gold, glory, dan gospel. Dengan semangat ini mereka bernafsu untuk menguasai wilayah Nusantara terutama yang ada rempah-rempahnya. Hal inilah yang tidak disukai oleh Kesultanan Demak.
Karna itu ketika kepemimpinan Raden Fatah, ia memerintahkan Pati Unus di tahun 1513 untuk melakukan agresi militer kepada Portugis di Malaka. Namun apadaya Pati Unus kalah di medan laga. Dikarenakan Portugis lebih canggih persenjataannya. Kekalahan itu tidak membuat Demak patah arang. Lagi-lagi Raden Fatah kembali memerintahkan armadanya untuk menyerang Portugis di Malaka lagi. Episode kedua ini dikomandoi oleh Ratu Kalinyamat (cucu Raden Fatah). Hasilnya Demak kalah juga sebab Potugis lebih perkasa.
Puncak kegemilangan Demak ketika Sultan Trenggana memimpin (1521-1546). Ia berhasil meluaskan wilayah Demak dari arah barat sampai ke timur Jawa. Trenggana berhasil meredam pengaruh Portugis di tanah Jawa. Ia tahu bahwa Demak kalah dalam hal senjata maka ia membuat siasat agar pengaruh Portugis tidak menyebar.
Yang Trenggana lakukan ialah dengan cara menaklukan Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon, yang dipimpin oleh panglima perang asal Demak bernama Fatahillah. Dengan menguasai tiga daerah itu, Demak telah menghambat kedatangan Portugis di Jawa. Fatahillah berhasil menguasai ketiga daerah Jawa Barat itu. Kemenangan ini semakin memperkuat hegemoni Demak di tanah Jawa.
Hegemoni Demak bukan hanya berkibar di tanah Jawa saja. Demak juga memiliki pengaruh di Palembang, Jambi bahkan sampai ke Banjarmasin. Demak memberikan bantuan kepada Kerajaan Banjar (Kalimantan) sebagai bentuk usaha perluasan pengaruh Demak. Banjarmasin dianggap penting sebagai sekutu untuk membendung ekspansi Portugis yang sedang berusaha membuat “jalan sutera” antara Malaka dan Maluku.
Untuk memperkuat posisi politik di suatu wilayah maka cara ampuhnya adalah dengan mendirikan monumen atau benteng. Inilah yang dilakukan oleh Bangsa Portugis ketika berkuasa di suatu tempat. Berbeda dengan Portugis, Demak membuat Masjid Demak. Masjid ini punya peranan penting sebagai pusat peribadatan Kesultanan Demak. Para Walisanga seperti Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan Bonang juga sering berkumpul di masjid ini. Tepatnya pendirian Masjid Demak dimanfaatkan untuk melancarkan islamisasi.
Kalau kita perhatikan berdirinya suatu bangunan bertingkat, gedung-gedung yang menjulang tinggi, monumen yang berdiri megah ataupun menara-menara pencakar langit lainnya. Believe or not, semua itu diaktori oleh para asitek.
Profesi arsitek inilah yang diperankan oleh Kesultanan Demak untuk mengkonstruk islamisasi di negara yang kita tempati ini.

*Mahasiswa Sosiologi-Antropologi

No comments:

Post a Comment